Perubahan Organisasi


Globalisasi menjadi salah satu faktor penting mengapa organisasi perlu melakukan perubahan. Organisasi yang terbiasa dengan perubahan yang sifatnya terencana harus mulai belajar dan membiasakan diri beradaptasi dengan perubahan yang tidak terencana. Untuk dapat keluar dari ketidakpastian maka organisasi harus memiliki keunikan yang dapat membedakan dengan kompetitornya.

Organisasi harus mampu menggali sumber di dalam organisasi yang dapat dijadikan sebagai keunggulan kompetitif organisasi yang sifatnya berkelanjutan. Ketika organisasi dihadapkan pada ketidakpastian maka transformasi organisasi adalah kunci bagi organisasi yang membutuhkan untuk tetap bisa bertahan dan melakukan sesuatu yang berbeda untuk mempertahankan keberadaanya tersebut.

Perubahan perlu melibatkan pemikiran individu, kelompok bahkan seluruh resources organisasi itu sendiri, yang pada akhirnya berarti perubahan pada perilaku keorganisasiaan. Beberapa teori perubahan organisasi adalah:

  1. Teori Force-Field.

Kurt Lewin (1951) dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara ksusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based (kekuatan-kekuatan penekanan).

Menurut Kurt Lewin, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan akan berhadapan dengan penolakan atau resistensi untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving force dan melemahkan resistences to change.  Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan adalah:

  1. Tidak Membeku (Unfreezing the Status Quo).

Fase ini mencakup kegiatan membantu orang – orang untuk memahami bahwa diperlukan adanya suatu perubahan dan juga meningkatkan bahwa situasi yang ada sudah tidak memadai. Dengan kata lain, pada fase ini status yang ada (status quo) diguncang sehingga orang – orang merasa tidak nyaman dan menuntut perubahan.

  1. Perubahan (Movement to the New State).

Pada fase ini secara bertahap tapi pasti perubahan dilakukan, hingga didapatkan suatu kondisi baru. Pada fase ini juga cara – cara baru akan diterapkan.

  1. Penyegaran Kembali (Refreshing).

Fase membekukan hasil perubahan yang telah terjadi menjadi permanen. Fase ini mencakup kegiatan memperkuat perubahan-perubahan yang telah dilaksanakan sedemikian rupa, hingga cara-cara baru hasil perubahan tersebut menjadi stabil.

  1. Teori

Berckhard dan Harris (1987) merumuskan teori motivasi yang mendorong perubahan. Perubahan akan terjadi kalau ada sejumlah syarat, yaitu:

  1. Manfaat-Biaya.

Manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada biaya perubahan.

Adanya ketidakpuasan yang menonjol terhadap keadaan sekarang.

  1. Persepsi Hari Esok.

Manusia dalam suatu organisasi melihat hari esok yang dipersepsikan lebih baik.

  1. Cara Praktis.

Ada cara praktis yang dapat ditempuh untuk keluar dari situasi sekarang. Jika dirumuskan secara matematika sederhana menjadi persamaan sebagai berikut:  A B C > D (Keterangan: A= Ketidakpuasan; B = Persepsi Hari Esok; C = Ada cara yang praktis; D = Biaya untuk melakukan perubahan).

  1. Teori Proses Perubahan Manajerial.

Teori ini dikembangkan oleh Beer et al. (1990). Melalui studinya ia menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Dalam “Managerial school of thought”, peneliti juga menggunakan “Body of knowledge” dari ilmu-ilmu lain, khususnya psikologi dan sosiologi, sehingga teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya mengurang stres dalam perubahan dan desain pekerjaan yang lebih memuaskan.

Menurut teori ini, untuk menghasilkan perubahan secara manajerial perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Memobilisasi energi stakeholders untuk mendukung perubahan, dengan melibatkan mereka dalam menganalisis dan mendiagnosis masalah-masalah yang menghambat daya saing organisasi. Mengembangkan visi serta strategi untuk mengelola dan menghasilkan daya saing yang positif. Mengupayakan konsensus terhadap visi baru sehingga visi tersebut diterima sebagai kebenaran dan dikerjakan tanpa pertentangan;
  2. Memperluas revitalisasi pada seluruh departemen dalam organisasi;
  3. Mengkonsolidasi perubahan melalui kebijakan-kebijakan strategi yang diformulasikan, struktur, sistem, dan sebaginya;
  4. Memantau terus kegiatan ini.
  5. Teori Contingency.

Teori ini dikembangkan oleh Tannenbaum dan Schmidt (1973). Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya (style) yang diadopsi oleh manajemen. Teori ini berpendapat tingkat keberhasilan pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola organisasi. Gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari sangat otokratik hingga partisipatif. Vroom dan Jago (1988) mengatakan bahwa tingkat keberhasilan masing-masing gaya kepemimpinan tersebut berkaitan erat dengan sejumlah contingencies, yaitu:

  1. Seberapa penting komitmen pegawai dibutuhkan dalam pengambilan keputusan?
  2. Apakah pegawai mau terlibat dalam tujuan perubahan yang ada dalam organisasi?
  3. Apakah manajer memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan yang baik?
  4. Apakah pegawai mempunyai kompetensi untuk mengambil keputusan?
  5. Jika manajer-manajer mengambil keputusan, apakah pegawai mau menurutinya?
  6. Berapa banyak waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan?
  1. Teori Kerja Sama.

Dikembangkan oleh Williams et al. (2002). Perubahan biasanya tidak berjalan tanpa adanya kerja sama dari semua pihak. Teori kerja sama menjelaskan mengapa manusia mau bekerja sama dan bagaimana memperoleh kerja sama. Alasan mengapa manusia melakukan kerja sama adalah:

  1. Motivasi memperoleh rewards atau kuatir akan mendapatkan punishment.
  2. Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan atau perusahaan.
  3. Motivasi moral, karena dengan bekerja sama dapat diterima secara moral.
  4. Motivasi menjalankan keahlian.
  5. Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup.
  6. Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan.
  7. Teori Mengatasi Resistensi Perubahan.

Dikemukakan oleh Kotter dan Schlesinger (1979). Keduanya memperkenalkan enam segi strategi untuk mengatasi resistensi dalam perubahan, yaitu komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi, dan paksaan. Menurut teori ini, teknik yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat resistensi masing-masing kelompok.

Sumber: Donni Juni Priansa. (2014). Perencanaan dan Pengembangan SDM. Bandung: Cv. Alfabeta

 


2 tanggapan untuk “Perubahan Organisasi”

  1. Elon Musk shared a new online system for earning! Click here for the full article and free system access! https://tinyurl.com/y22e8l3m berkata:

    On This Morning, Elon Musk shared the secret of how quickly he got rich while coronavirus is raging all over the world!
    He already shared this news on social networks and those who believed and tried the platform started writing letters to him. Click here for the full article and free system access! https://tinyurl.com/y6qykfem

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *